MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
” Bergesernya Nilai-Nilai Etika dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara”
Dosen Pembimbing :
Bapak Marsudi,S.Sos.,M.Si
Disusun
Oleh :
NAMA : JIHAN ELMETIANA RIFANI
NIM
: (18612071)
KELAS/PRODI : PAGI 2/MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI
ILMU EKONOMI (STIE)
PEMBANGUNANA TANJUNG PINANG
Jl.R.H Fisabilillah No.34 Tanjungpinang, Kepulauan Riau 29122 Telp.(0771)7330838
www.stie-pembangunan.ac.id
PEMBANGUNANA TANJUNG PINANG
Jl.R.H Fisabilillah No.34 Tanjungpinang, Kepulauan Riau 29122 Telp.(0771)7330838
www.stie-pembangunan.ac.id
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan
kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan
untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah dengan tema “ Yang Menjadi
Permasalahan Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Di Indonesia”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan
untuk junjungan nabi kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang
paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari
pemenuhan beberapa tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya
kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu selama proses
penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Saya juga berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
Dalam
penulisan makalah ini, Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang harus
diperbaiki dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Saya berharap
kepada pembaca agar dapat memaklumi kekurangan-kekurangan tersebut dan dapat
diperbaiki dengan kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini untuk masa yang akan datang.
Penyusun
Jihan Elmetiana Rifani
Jihan Elmetiana Rifani
DAFTAR ISI
Halaman Judul
|
||||
Kata Pengantar
…………………………………………………………
|
i
|
|||
Daftar Isi ……………………………………………………………….
|
ii
|
|||
BAB
|
I
|
Pendahuluan
|
||
1.1
|
Latar
Belakang ……………………………………
|
1
|
||
1.2
|
Rumusan
Masalah ………………………………..
|
2
|
||
1.3
|
Tujuan
Penelitian………………………………....
|
2
|
||
1.4
|
Manfaat
Penelitian…………………………………
|
2
|
||
BAB
|
II
|
Pembahasan
|
||
2.1
|
Pengertian
Etika……………………………………
|
3
|
||
2.2
|
Dasar Prinsip Etika
Bernegara………………………
|
3
|
||
2.3
|
Bergesernya Nilai Etika ....................................................
|
5
|
||
2.4
|
Memudarnya Kesadaran
terhadap Nilai-nilai Budaya Bangsa …
|
6
|
||
2.5
|
Melemahnya Kemandirian
Bangsa………………………………
|
6
|
||
2.6
|
Pemecahan Masalah dalam
Beretika……………………………
|
7
|
||
BAB
|
III
|
Penutup
|
||
3.1
|
Kesimpulan……………………………………………………
|
11
|
||
3.2
|
Saran……………………………………………………….....
|
11
|
||
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah
dilaksanakan selama ini memang mengalami berbagai kemajuan. Namun, di
tengah-tengah kemajuan tersebut terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya
pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa
ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas
sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu
dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Perilaku korupsi masih
banyak terjadi, identitas ke-“kami”-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan
identitas ke-“kita”-an, kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi
prioritas. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang
pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi
di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami
krisis moral sosial yang berkepanjangan. Banyak penyelesaian masalah yang
cenderung diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi demontrasi mahasiswa dan
masyarakat seringkali melewati batas-batas ketentuan, merusak lingkungan,
bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung
dan dihormati.
Hal tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi
pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bisa jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan
karakter bangsa, kurangnnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh
pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan ketidakmerataan
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Setelah segala cara memperbaiki sistem, baik hukum,
sosial, politik, dan ekonomi dilakukan dan tak juga menunjukkan hasil, maka
banyak yang kemudian meyakini bahwa problem sebenarnya bukanlah soal sistem
belaka, melainkan berkait dengan soal etika berbangsa dan bernegara yang
meredup. Betapapun sistem diubah dan diganti, tetap saja problem tak kunjung
tuntas teratasi selama kita belum mampu membenahi etika berbangsa dan
bernegara.
Jadi, inti persoalannya sekarang ialah soal melemahnya
etika berbangsa dan bernegara. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya perbaikan
kondisi bangsa ini haruslah memperhatikan fakta bahwa krisis ini bertalian erat
dengan krisis etika dan moralitas.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian etika?
b.
Apakah dasar prinsip etika bernegara itu?
c.
Bagaimana dampak bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara?
d.
Apa yang menjadi kemudaran kesadaran terhadap
nilai-nilai budaya bangsa?
e.
Apa yang menjadi melemahnya kemandirian bangsa?
f.
Bagaimana cara memecahkan masalah dalam beretika?
1.3 Tujuan
Penelitian
a.
Untuk mengetahui etika kehidupan dalam berbangsa dan
bernegara
b. Untuk
mengetahui dasar prinsip etika bernegara
c. Untuk
mengetahui dampak bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia
d. Untuk
mengetahui kemudaran kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa
e. Untuk
mengetahui kelemahan kemandirian bangsa
f.
Untuk mengetahui cara memecahkan masalah dalam
beretika
1.4 Manfaat
Penelitian
a. Dapat
memberikan informasi kepada masyarakat tentang etika kehidupan dalam berbangsa
dan kewarganegaraan di Indonesia
b.
Dapat mengetahui dasar prinsip etika
bernegara, dampak bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia, kemudaran kesadaran terhadap nilai-nilai budaya
bangsa, lemahnya kemandirian bangsa dancara memecahkan masalah dalam beretika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika secara (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani
adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom).
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah
dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti
juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral
lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan,
sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika
adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
2.2
Dasar Prinsip Etika Bernegara
Etika merupakan dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan etika adalah barometer peradaban
bangsa. Suatu bangsa dikatakan berperadaban tinggi ditentukan oleh bagaimana
warga bangsa bertindak sesuai dengan aturan main yang disepakati bersama.
Perilaku dan sikap taat pada aturan main memungkinkan aktifitas dan relasi
antar sesama warga berjalan secara wajar, efisien, dan tanpa
hambatan. Masyarakat Jawa misalnya, dituntut dan diajarkan untuk memahami
benar tentang arti penting etika. Sebab, etika yang juga sering disebut
unggah-ungguh, tata krama, sopan santun, dan budi pekerti membuatnya mampu
secara baik menempatkan diri dalam pergaulan sosial, dan itu akan sangat
menentukan keberhasilan dalam hidup bermasyarakat. Begitu pula dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, etika akan menjelaskan mana tingkah laku yang baik,
apa yang pantas, dan apa yang secara substansi mengandung kebaikan dan
sebaliknya. Bagi bangsa timur seperti Indonesia, etika telah mendarah daging
dimiliki dan diterapkan dalam kerangka penghormatan terhadap nilai kebaikan,
kemanusiaan, dan keadilan kolektif. Karena itu, kita masih yakin dan percaya,
etika mengalir menjadi bagian kultur sosial dan antropologis bangsa Indonesia.
Bahkan secara natural genetis, didalam diri bangsa mengalir sifat-sifat luhur
manusia yang ada perkembangannya, dirumuskan oleh faonding peoples kedalam
pancasila, dan selanjutnya disepakati sebagai dasar dan orientasi bernegara.
Melalui pancasila inilah, para pendiri negara
menggariskan prinsip-prinsip dasar etis bernegara yang demikian jelas dan
visioner. Prinsip-prinsip dasar pancasila yang di tuangkan dalam UUD 1945 yang
di sahkan PPKI pada 18 agustus 1945, tidaklah hadir sebagai intuitif dan
tiba-tiba jatuh dari langit melaikan melalui proses pengadilan mendalam.
Meskipun baru dibahas dan dikemukakan dalam sidang BPUPKI menjelang Indonesia
merdeka pemikiran mengenai prinsip-prinsip dasar dan bernegara sebenarnya telah
muncul dan di persiapkan jauh-jauh sebelumnya.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, berbagai pemikiran
mengarah kepada gagasan terciptanya konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan
Indonesia. Beragam pemikiran dan gagasan mengenai politik, fundamen etis dan
moral bangsa, ideologi, dan visi kebangsaan itu kemudian bersintesis menggali
dan mengakomodir nilai-nilai etika dan moral dalam berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara., baik dibidang politik, sosial, ekonomi dan lain-lain
untuk di tuangkan kedalam UUD 1945. Di dalam pembukaan UUD 1945 nilai
etika dan moral terdapat diseluruh pokok pikiran. Yang kemudian nilai-nilai
itudijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945 itu sebabnya, UUD 1945 sejatinya
merupakan sintesa nilai etika dan moral yang diangkat dari niali-niali luhur
bangsa Indonesia yang dikenal religius, berprikemanusiaan, persatua, demograsi,
dan keadilan. Hal ini sangat simetris dan sinergis dengan tujuan bernegara dan
berkonstitusi yakni mengarahkan kepada moral kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat.
Nilai-nilai luhur itu kemudian disepakati untuk di
formalisasi dengan sebutan pancasila didalam pancasila itu ketuhanan di
tempatkan sumber etika dan spiritualitas pada posisi yang sangat penting
sebagai fundamen etik kehidupan berbangsa dan bernegara. Penegasannya,
Indonesia bukanlah negara agama dan bukan pula negara sekuler, karena Indonesia
melindungi hidupnya semua agama dan keyakinan serta mengembangkan agama untuk
bisa memainkan peran yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Dalam
pemikiran Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari
hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia juga meruapakan
fundamen penting bagi etika politik kehidupan bernegara. Pengakuan dan
pemuliaan hak-hak dasar warga negara secara adil dan beradab merupakan
prasyarat yang tak boleh diabaikan dalam bernegara.
Pancasila juga menekankan prinsip persatuan kebangsaan
yang mengatasi paham golongan dan perseorangan. Persatuan itu dikelola dalam
konsepsi kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman dan
keragaman dalam persatuan. Dalam prinsip semacam ini, ada toleransi, ada ruang
hidup untuk bisa menerima dan menghormati perbedaan yang ada. Perlu diketahui,
negara Indonesia merdeka dikonstruksi di atas perbedaan, sehingga perbedaan itu
bukanlah masalah tetapi justru menjadi sumber kekuatan. Dalam Pancasila
terkandung pula prinsip bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan tersebut
diaktualisasikan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat melalui prinsip
musyawarah mufakat. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan
demokrasi menjadi landasan etik bagi upaya mewujudkan keadilan sosial dengan
semangat kekeluargaan. Intinya, melalui Pancasila dan UUD 1945, prinsip-prinsip
berbangsa dan bernegara yang dibangun oleh para pendiri negara diarahkan untuk
memajukan kepentingan umum (bonnum commune) dalam kerangka nilai-nilai
ketuhanan, penghormatan terhadap kemanusiaan, mengedepankan persatuan,
mengembangkan demokrasi, serta berorientasi mewujudkan keadilan sosial.
Dalam berpolitik misalnya, meskipun identik dengan
cara meraih kekuasaan, UUD menggariskan politik sebagai seni yang mengandung
kesantunan dan etika yang diukur dari pengutamaan moral. Pilihan para pendiri
negara untuk menyandarkan politik pada prinsip demokrasi deliberatif yang
mengedepankan pemusyawaratan dan bukan menang-menangan, merupakan keputusan
terbaik untuk mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan yang sesuai
dengan nilai-nilai luhur budaya. Perbedaan, dalam hal ini tetap dijunjung
tinggi sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.
Terkait dengan implementasi hak asasi manusia (HAM),
Pembukaan UUD 1945 menyelaraskannya dengan filosofi, budaya, serta struktur
kemasyarakatan Indonesia. Dalam konteks filsafati, HAM akan terpenuhi manakala
manusia juga menunaikan kewajiban asasinya. Karena itu, tegaknya HAM harus
diartikan sebagai keseimbangan tegaknya hak asasi dengan kewajiban asasi.
Demikian halnya dengan bidang ekonomi. UUD 1945
mengepankan prinsip kesejahteraan sosial dalam setiap aktifitas perekonomian
yang berorientasi pada keadilan sosial. Pembangunan ekonomi harus bermuara pada
peningkatan kesejahteraan sosial yang menjadi tolok ukur keberhasilan
pembangunan. Interaksi antar pelaku dalam ekonomi dilandasi oleh semangat
keseimbangan, keserasian, saling mengisi, dan saling menunjang dalam rangka
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.3 Bergesernya Nilai-nilai Etika dalam
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pembangunan nasional dalam segala bidang
yang telah dilaksanakan selama ini memang mengalami berbagai kemajuan. Namun,
di tengah-tengah kemajuan tersebut terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya
pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa
ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas
sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu
dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Perilaku korupsi masih
banyak terjadi, identitas ke-"kami"-an cenderung ditonjolkan dan
mengalahkan identitas ke-"kita"-an, kepentingan kelompok, dan
golongan seakan masih menjadi prioritas. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan
dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan
kekerasan masih saja terjadi di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa
Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan. Banyak
penyelesaian masalah yang cenderung diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi
demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali melewati batas-batas ketentuan,
merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara yang
seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal tersebut, menegaskan bahwa telah
terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bisa jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan karakter
bangsa, kurangnnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum.
2.4 Memudarnya Kesadaran terhadap
Nilai-nilai Budaya Bangsa
Pembangunan di bidang budaya telah mengalami kemajuan
yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman nilai-nilai
budaya bangsa. Namun arus budaya global yang sering dikaitkan dengan kemajuan
di bidang komunikasi mencakup juga penyebaran informasi secara mendunia
melalui media cetak dan elektronika berdampak tehadap ideologi, agama,
budaya dan nilai-nilai yang dianut manyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras
budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya
bangsa dirasakan semakin memudar. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat
Indonesia yang lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa, baik
dalam cara berpakaian, bertutur kata, pergaulan bebas, dan pola hidup
konsumtif, serta kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri.
Berdasarkan
indikasi di atas, globalisasi telah membawa perubahan terhadap pola berpikir
dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan
generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar
yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu,
diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat tetap
menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan
kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
2.5 Melemahnya Kemandirian Bangsa
Kemampuan bangsa yang berdaya saing tinggi adalah
kunci untuk membangun kemandirian bangsa. Daya saing yang tinggi, akan
menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan globalisasi dan mampu
memanfaatkan peluang yang ada. Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain
pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi
tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunan, kemandirian aparatur pemerintahan
dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, pembiayaan pembangunan
yang bersumber dari dalam negeri yang semakin kukuh, dan kemampuan memenuhi
sendiri kebutuhan pokok. Namun hingga saat ini sikap ketergantungan masyarakat
dan bangsa Indonesia masih cukup tinggi terhadap bangsa lain. Konsekuensinya
bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kurang memiliki posisi tawar yang kuat
sehingga tidak jarang menerima kehendak negara donor meskipun secara ekonomi
kurang menguntungkan. Kurangnya kemandirian, juga tercermin dari sikap
masyarakat yang menjadikan produk asing sebagai primadona, etos kerja yang
masih perlu ditingkatkan, serta produk bangsa Indonesia dalam beberapa bidang
pertanian belum kompetitif di dunia internasional.
2.6
Pemecahan Masalah dalam Beretika
Sebenarnya, mulai hilangnya etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara telah disadari sejak awal reformasi. Hal ini karena
salah satu faktor penyebab runtuhnya rezim Orde Baru juga ialah masalah etika
bernegara yang dilupakan. Tak dapat disangkal bahwa Orde Baru berhasil
memajukan pembangunan fisik atau ekonomi, tetapi bersamaan dengan itu terjadi
pula pengikisan atau pemiskinan nilai-nilai moral. Untuk mengembalikan dan
meningkatkan etika bernegara pada tahun 2001 MPR membuat Ketetapan MPR Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan ini sesungguhnya saat
ini masih berlaku, namun sayang telah dilupakan, bahkan oleh para pejabat negara.
Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 menentukan Etika Kehidupan Berbangsa meliputi:
1.
Etika Sosial Budaya
Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanusiaan
yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling
memahami, saling menghargai, saling mencitai, dan saling menolong di antara
sesama manusia dan warga bangsa. Perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu,
yaitu malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu ditumbuhkan kembali
budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin, baik
formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat.
2.
Etika Politik dan Pemerintahan
Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada
setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap
melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk
mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara
moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku
politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik
serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai
tindakan yang tidak terpuji lainnya.
3.
Etika Ekonomi dan Bisnis
Persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong
berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan
terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika ini mencegah
terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah
kepada KKN dan diskriminasi. Minimnya etika di bidang ini lebih menimbulkan
akibat negatif seiring dengan munculnya dominasi kapitalisme yang bersandar
pada premis kaum libertarian bahwa kebebasan hasrat manusia harus dijamin dan
hanya dengan kebebasan hasrat itulah akan dicapai kemajuan di bidang ekonomi.
Intinya, kapitalisme percaya bahwa nafsu keserakahan (greed) manusia-lah yang
akan mendatangkan kemajuan. Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan terhadap
kebebasan keserakahan manusia ini, terutama kebebasan untuk berusaha
menjalankan aktivitas ekonomi dengan segala cara. Premis mendasar kapitalisme
tersebut memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan. Pertama, persaingan
bebas, dengan menghalalkan segala cara, yang menghasilkan pemusatan
kekuasaan atau modal hanya pada segelintir orang. Karena keserakahan yang
dibiarkan bebas, maka persaingan pun terjadi dan pemilik modal lebih besar
keluar sebagai pemenang. Selain menimbulkan kesenjangan, pemusatan modal juga
mengganggu keseimbangan pasar karena produksi tetap dijalankan sedangkan
kemampuan membeli tidak ada. Krisis pun terjadi dan akan menjadi bagian dari
kapitalisme itu sendiri. Kedua, perekonomian kapitalisme tidak berpijak pada
perekonomian riil. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan tidak selalu
berbanding lurus dengan pertumbuhan industri atau perdagangan barang dan jasa.
Banyak perdagangan yang bersifat semu dan berorientasi pada pemuas kesenangan
serta mengejar keuntungan. Misalnya, perdagangan mata uang dan logam mulia.
Perdagangan ini mengakibatkan nilai dan jumlah uang yang beredar “seolah-olah”
semakin besar dan bertambah nilainya, namun tidak diiringi pertumbuhan sektor
riil. Suatu saat, tentu akan mengalami puncak dan ambruk karena tidak memiliki
aktivitas ekonomi riil sebagai dasarnya. Ketiga, sistem yang mengumbar
keserakahan dan persaingan bebas yang menghalalkan segala cara telah merusak
sendi-sendi berbangsa dan bernegara, terutama maraknya praktik korupsi.
4.
Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib
sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan
ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak pada keadilan.
Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum
sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang
sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan
menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk
manipulasi hukum lainnya.
5.
Etika Keilmuan
Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu
menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai
kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya.
6.
Etika Lingkungan
Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran
menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara
berkelanjutan dan bertanggungjawab. Etika, sebagai ajaran-ajaran moral yang
menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dan buruk merupakan ajaran yang
bersifat konstan sehingga persoalan sesungguhnya adalah bagaimana menanamkan
etika, mengontekstualisasikan, dan mengaktualisasikan dalam realitas kehidupan
bernegara. Untuk itu, memperkuat etika berbangsa dapat dilakukan melalui
pendidikan ajaran nilai dan moral yang menjadi sumber etika serta
aktualisasinya dalam kehidupan bernegara. Di dalam Ketetapan Nomor VI/MPR/2001
ditentukan pula arah kebijakan untuk memperkuat etika bernegara adalah:
1.
Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur
bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal dan pemberian contoh
keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.
2.
Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan
aspek pengenalan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan
ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama danbudaya luhur bangsa serta
pendidikan watak dan budi pekerti yang menekankan keseimbangan antara
kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan spiritual, serta amal
kebajikan.
3.
Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan
keseluruhan aktivitas kehidupan berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan
akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan,pelaksanaan, maupun evaluasi. Atas
dasar itu semua, harus ada upaya untuk membebaskan bangsa dari situasi dan
lilitan bahaya ini. Untuk menyelamatkan negara dan bangsa dari kehancuran
akibat perilaku minim etika, sebaiknya kita harus segera mengembalikan etika
dan moral keadilan publik ke dalam setiap bidang kehidupan kita. Secara
kolektif kita harus segera menyadari kembali bahwa semua perilaku dan tindakan
kita haruslah berbasis pada etika dan moral dan mendudukannya sebagai ukuran
paling penting. Sebab secara kodrat, dimensi-dimensi etis dan keluhuran bangsa
ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kultur dan jati diri bangsa. Semua cara
tentu harus ditempuh untuk memperkuat etika bernegara. Namun, terdapat dua hal
penting yang harus diperhatikan. Pertama, pendidikan etika merupakan pendidikan
karakter yang berbeda dengan pendidikan sebagai transfer pengetahuan. Dalam
prosespendidikan karakter ini peran keteladanan jauh lebih besar dibanding
dengan proses verbal. Perilaku dosen dan pimpinan perguruan tinggi lebih besar
pengaruhnya terhadap pembentukan etika mahasiswa dibanding kuliah tentang etika
di kelas. Keteladanan dalam menegakkan kejujuran ilmiah dan keberanian dalam
menegakkan kebebasan akademik serta kebebasan mimbar akademik menjadi hal yang
sangat penting untuk ditumbuhsuburkan di kampus-kampus. Demikian pula,
keteladanan aparat dan pimpinan pemerintahan akan berpengaruh lebih tinggi
terhadap upaya memperkuat etika bernegara di kalangan masyarakat dibanding
dengan model penataran, berapa jam pun penataran itu diberikan.
Kedua,
persoalan etika bernegara tidak dapat diselesaikan hanya oleh negara dan para
aparatnya.Negara dalam geraknya diwakili oleh aparat yang juga merupakan
anggota masyarakat. Dengan sendirinya perubahan etika bernegara yang terjadi di
kalangan aparat sesungguhnya mencerminkan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Sebaliknya, aparat dan pimpinan adalah model bagi anggota masyarakat. Semuanya
saling terkait sehingga harus dilakukan secara simultan. Di era demokrasi saat
ini, masyarakat memiliki peran besar untuk menentukan pemimipin yang beretika
sekaligus mampu memperkuat etika berbangsa dan bernegara. Untuk dapat melakukan
hal ini, tentu harus ada kesadaran terlebih dahulu di kalangan masyarakat serta
organisasi masyarakat dan politik tentang pentingnya etika berbangsa dan
bernegara. Atas dasar itulah, nilai-nilai etika dan moral harus benar-benar
hidup di dalam sanubari dan kehidupan kita. Sebab, apapun itu, kalau tidak
bersumber atau dilandasi oleh etika dan moral, akan berpotensi besar
membahayakan masa depan dan menggagalkan tujuan kitamewujudkan kehidupan bangsa
dan negara yang demokratis, berkeadaban, dan berkeadilan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika
adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dalam Pancasila terkandung pula
prinsip bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan tersebut
diaktualisasikan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat melalui prinsip
musyawarah mufakat. Pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah
dilaksanakan selama ini memang mengalami berbagai kemajuan. Namun, di
tengah-tengah kemajuan tersebut terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya
pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.2 Saran
Jagalah
etika dan moral yang kita miliki, agar identitas bangsa selalu terpelihara.
Serta hindari segala hal yang akan menjerumuskan kita pada sesuatu yang akan
membuat kita menjadi orang yang tidak beretika. Sebab etika merupakan identitas
suatu bangsa, yang akan menentukan baik dan buruknya bangsa tersebut.
Tergantung pada kualitas masyarakat yang ada didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Franz
Magnis-Suseno. 1988.Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral
Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia.
Kaelan.
2014. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: Paradigma.
Farisi.
1991. Etika Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kristiadi.
2008. Demokrasi dan Etika Bernegara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kartohadiprodjo.
1986. Pancasila dan/dalam Undang-Undang Dasar 1945. Bandung: Bina Cipta.
Noor
Syam. 2009. Sistem Filsafat Pancasila: Tegak sebagai Sistem
Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 1945, Makalah yang disajikan dalam
Kongres
Pancasila yang diselenggarakan UGM-MKRI pada 30-31 Mei 2009 dan 1 Juni 2009.
Yogyakarta: Kampus UGM.
Mahfud.
2007. Perdebatan Hukum Tata Negara.Jakarta: LP3ES.
Yudi Latif.
2009. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi
Isu. Jakarta: Rajawali Pers.
Sutrisno
Slamet. 2006. Filsafat dan Ideologi Pancasila.Yogyakarta: Andi Publisher.
Soekarno. 1964. Lahirnja Pantja Sila, dalam Tjamkan
Pantja Sila. Djakarta: Departemen Penerangan.